Cah Bagoes
Sabtu, 30 Juni 2007
Gunung Merapi

Nama: G. Merapi

Nama Kawah :Kawah Mati
Lokasi :
Koordinat/ Geografi : 7°32,5'LS dan 110°26,5' BT. Secara administratif termasuk :Kab. Sleman, Prop. DI. Yogyakarta, Kab. Magelang, Boyolali, Klaten, Propinsi Jawa Tengah.
Ketinggian :
2968 m. dml (kondisi tahun 2001) atau 3079 m di atas kota Yogyakarta.
Kota Terdekat :
Sleman, DI. Yogyakarta, dan Magelang Jawa Tengah.
Tipe Gunungapi :
Gunungapi tipe strato dengan kubah lava
Pendahuluan

1. Cara Pencapaian
Ada tiga jalur yang terkenal saat ini untuk mencapai puncak Gunung Merapi, yaitu Jalur Kinahrejo/Kaliadem dari sisi selatan, Jalur Babadan melalui lereng barat, dan Jalur Selo/Plalangan dari sebelah utara puncak Merapi. Ketiga jalur tersebut memerlukan stamina atau ketahanan fisik dan mental yang prima dan ketiganya mengandung resiko bahaya bila tidak berhati-hati.

Jalur Kinehrejo/Kaliadem menjadi terkenal karena jalur ini dimulai dari rumah Juru Kunci Merapi, Mbah Marijan,. Banyak penduduk yang meyakini bahwa sisi depan Merapi sesungguhnya adalah menghadap ke Kinahrejo oleh karena itu, mendaki melalui jalur tersebut berarti datang dari depan. Jalur ini relatif berat karena pendaki langsung berhadapan dengan medan yang terjal dengan sudut lereng antara 30o – 45o. Bagi pemula jalur ini tidak disarankan.

Jalur Babadan adalah jalur “tembak langsung” yang ditempuh dari sisi barat. Tembak langsung artinya sejak mulai melangkah arahnya langsung ke puncak dan terjal. Oleh karena itu, tidak ada variasi suasana atau pemandangan yang akan mengalihkan perhatian dari kepenatan. Jalur ini untuk sementara sangat tidak disarankan karena aktifitas vulkanik Gunung Merapi dalam dua dekade ini mengambil tempat di lereng barat. Boleh jadi ketika dalam perjalanan akan dihadang oleh guguran lava atau hujan abu. Kejadian yang menimpa 2 (dua) orang pelancong dari Belanda yang menjadi korban pada Juli 2001, satu orang meninggal dunia dan seorang lagi luka parah, karena nekad mendaki dari sisi barat dan diterjang guguran lava yang masih panas.

Jalur Selo atau Plalangan melalui sisi utara. Sekarang jalur ini tergolong paling aman dan nyaman untuk mencapai puncak dan menjadi jalur tradisional bagi banyak pendaki. Oleh sebab itu, jalur ini yang direkomendasikan.

Tanpa melihat tingkat kegiatan vulkanik Gunung Merapi, waktu yang baik untuk melakukan pendakian antara bulan Juni – Agustus. Selang waktu tersebut sudah memasuki musim kemarau dan angin tidak terlalu kencang.

Bagi pendaki yang berusia muda, usia <40 tahun dan berpengalaman hanya memerlukan waktu 4 – 5 jam perjalanan. Tetapi pendaki pemula atau yang sudah melebihi usia 40 tahun memerlukan waktu 5 – 7 jam.
Para pendaki dapat menginap di Desa Lencoh/ Blumbangsari, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Di desa tersebut ada penginapan atau beberapa rumah penduduk yang dapat disewa yang sekaligus menyediakan penunjuk jalan (guide) yang berpengalaman.

Perjalanan sebaiknya dimulai pada pukul 01.00 atau 02.00 dini hari dengan harapan tiba di puncak pada pagi harinya sehingga dapat menyaksikan panorama alam dan kegiatan gunungapi. Dalam satu atau dua jam pertama para pendaki tidak dapat menyaksikan apapun didalam kegelapan malam, kecuali jalan setapak yang diterangi sorot lampu senter. Dalam paro perjalanan akan mencapai undakan pertama yang dikenal dengan Bukit Selokopongisor (+ 2290 m). Cakrawala timur mulai menguning tanda waktu subuh (waktu shalat bagi yang beragama Islam). Detik demi detik komposisi warna di ufuk timur berubah secara perlahan dari rona kuning menjadi merah kekuning-kuningan dan semakin cerah bersama waktu, 20 menit kemudian undakan kedua yang dikenal dengan Bukit Selokopoduwur (+ 2500 m) dicapai.
Dalam waktu kurang dari 30 menit pendaki sudah mencapai undakan ketiga yang bernama Bukit Gajahmungkur (+ 2650 m). Tidak jelas hubungannya dengan gajah, tetapi mungkin karena undakan ini adalah punggungan yang menukik tajam dan berakhir di Pasarbubar. Pasarbubar sendiri adalah puncak dari rangkaian punggungan Gajahmungkur dan Pusunglondon sebelum mencapai puncak sesungguhnya, yang juga dikenal dengan Gunung Anyar. Sebenarnya Gunung Anyar pada awalnya merupakan kubah lava yang terbentuk antara tahun 1902 – 1911 yang ketika itu dikenal dengan Kubah Timur.
Alkisah menurut sahibul hikayat, bagi orang yang bening hatinya akan mendengarkan hiruk-pikuk suara bagaikan suatu hari pasaran yang sedang bubar. Tetapi bila dicermati dengan benar, Pasarbubar adalah lokasi pertemuan angin dari dua arah yang berbeda, masing-masing dari celah lereng timur dan lereng tenggara yang kemudian menimbulkan desisan yang terkadang panjang terdengar hiruk-pikuk. Lokasi ini adalah puncak kelelahan dan selalu dijadikan tempat istirahat sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Anyar dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Dalam peta jaraknya hanya 700 m tetapi harus ditempuh antara 45 – 60 menit karena perjalanan akan meniti bebatuan yang runcing dan mudah menggelinding. Oleh karena itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Tiba di puncak Merapi berarti tiba di puncak kebahagiaan. Betapa tidak, saat itu pendaki telah menginjakkan kakinya di posisi tertinggi dari lantai Yogyakarta.


2. Demografi
Pada umumnya penduduk bermukim disekitar lereng Gunung Merapi adalah petani atau peternak.Di lereng bagian atas petanibercocok tanam dengan sistem ladang yang mengandalkan air hujan sehingga mereka umumnya menanam palawija. Sebagian lainnya, terutama di daerah utara dan baratdaya yang airnya melimpah, para petani menanam sayuran dan menjadi salah sentra sayuran untuk wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Petani yang tinggal di lereng bagian bawah bercocok tanam dengan mengolah sawah. Peternak di bagian utara memelihara sapi perah sedangkan di bagian timur dan sebagian selatan serta tenggara beternak ikan darat (empang).

Jumlah penduduk yang berada dalam Daerah Rawan Bencana (untuk sementara baru meliputi 3 kecamatan di Kabupaten Magelang dan Boyolali) berdasarkan pengumpulan data penduduk yang dilakukan dalam tahun 2000 berjumlah 21.366 KK atau 89.843 jiwa


3. Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi
Sentra industri tidak tumbuh di daerah gunungapi, begitu pula di sekitar Merapi, kecuali penambangan pasir dan batu akibat melimpahnya material tersebut sejalan dengan tingginya kegiatan vulkanik Gunung Merapi. Usaha penambangan tersebut semula dikelola oleh masyarakat dengan cara sederhana mempergunakan cangkul dan linggis. Tetapi dengan berkembangnya pembangunan, terutama sarana fisik yang membutuhkan pasir dan batu kini penambangan rakyat tersebut cenderung dikelola secara besar-besaran dengan mempergunakan peralatan modern.
Dampak lain dari melimpahnya batu, penduduk secara turun-temurun membuat berbagai kerajinan yang terbuat dari batu, mulai dari alat menggiling (lesung, cobek) hingga arca atau patung. Kegiatan tersebut sudah digeluti sejak nenek moyang mereka ratusan tahun yang lalu dan masih bertahan sampai kini.
posted by Mas Arif @ 20.58   1 comments
About Me

Name: Mas Arif
Home:
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Links Sahabat
Links
Powered by

BLOGGER